Genteng Tanah Liat Vs Beton, Mana Pilihan Anda?
Deskripsi
KOMPAS.com - Ada beberapa jenis genteng untuk penutup atap rumah, tetapi kebanyakan orang umumnya memilih antara genteng beton atau genteng tanah liat. Keputusan akhir sering kali merupakan hasil dari perhitungan anggaran, gaya rumah, area setempat, dan ketentuan perencanaan. Namun, ada hal lain yang perlu dipertimbangkan juga, seperti berapa lama berencana tinggal di rumah tersebut dan gaya keseluruhan yang diinginkan. Dirangkum dari sejumlah sumber, berikut perbandingan antara genteng tanah liat dengan genteng beton:
1. Berat Terdapat perbedaan yang signifikan antara berat beton dan tanah liat. Sebab, genteng beton beratnya hampir 40 persen lebih berat daripada genteng tanah liat. Hidup Waswas Bersama Tanah Bergerak di Bojongmangu Artikel Kompas.id Genteng beton dapat memiliki berat antara 820-1.100 pon per 100 kaki persegi, sedangkan genteng tanah liat hanya memiliki berat sekitar 600-650 pon. Baca juga: Valid, Genteng Tanah Liat Bikin Rumah Lebih Adem, Ini Alasannya Oleh karena itu, rumah yang ingin menggunakan genteng beton perlu memastikan bahwa atapnya secara struktural mampu menahan beban tersebut.
2. Tampilan Secara tampilan genteng beton dengan genteng tanah liat sama saja. Seperti halnya dari segi warna. Namun, sifat alami tanah liat memungkinkan tampilan genteng tanah liat bisa bertahan lama dengan stabilitas warna yang lebih baik. Sementara genteng beton, meskipun sebagian besar sudah diwarnai, estetika akhir dicapai dengan pelapisan dan hal ini dapat berkurang atau memudar seiring berjalannya waktu.
3. Daya tahan Genteng tanah liat dan beton mampu mengungguli banyak bahan penutup atap rumah lainnya. Genteng tanah liat umumnya bisa tahan lebih lama dengan kemampuan mencapai 100 tahun. Sementara genteng beton dapat bertahan sekitar 50 tahun. Namun, lokasi, pemasangan, dan seberapa baik perawatannya memengaruhi panjangnya umur pakai kedua genteng tersebut. Selain itu yang perlu menjadi catatan, daya serap air kedua genteng tersebut juga bisa memengaruhi daya tahannya. Genteng beton memiliki daya serap air sekitar 13 persen, sedangkan genteng tanah liat sekitar 6 persen. Akibatnya, genteng beton berpotensi lebih rentan terhadap pertumbuhan jamur dan noda. Tingkat penyerapan yang lebih tinggi juga berarti bahwa saat genteng beton basah akan lebih berat, sehingga menambah beban pada struktur atap. Sementara itu, genteng tanah liat lebih sedikit masalah jamur dan noda karena tingkat penyerapan air yang rendah. Kendati demikian, genteng tanah liat memungkinkan mengalami retak pada cuaca yang sangat dingin. Baca juga: Ingin Pakai Genteng Beton Sebagai Atap Rumah? Ketahui Plus Minusnya Intinya, menjaga atap tetap bersih, bebas lumut, dan segera mengganti genteng yang retak, hilang atau rusak, akan memperpanjang umur kedua jenis genteng itu.
4. Pemeliharaan Karena beban lebih berat dan masalah yang disebabkan oleh tingkat penyerapan air tinggi, perawatan genteng beton jauh lebih rumit. Sedangkan, karena genteng tanah liat tidak memiliki masalah tersebut, tidak banyak tantangan yang muncul dalam merawatnya, meskipun perawatannya juga dapat bervariasi tergantung pada produsen bahannya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Genteng Tanah Liat Vs Beton, Mana Pilihan Anda?", Klik untuk baca: https://properti.kompas.com/read/2024/06/29/195013621/genteng-tanah-liat-vs-beton-mana-pilihan-anda?page=all#page2.
Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6
Berita Lainnya
Sah! BPHTB dan PBG untuk MBR Dihapus
Jakarta, landbank.co.id– Pemerintah memutuskan untuk menghapus atau membebaskan pungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) untuk rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Keputusan itu hadir lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (Menteri PKP) Maruarar Sirait, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito S Karnavian, dan Menteri Pekerjaan Umum (Menteri PU) Dody Hanggodo di Jakarta, Senin, 25 November 2024.
SKB tiga menteri itu bernama lengkap Keputusan Bersama Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Menteri Pekerjaan Umum, dan Menteri Dalam Negeri tentang Dukungan Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Tiga Juta Rumah Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Menteri Pekerjaan Umum, dan Menteri Dalam Negeri.
“Menetapkan Pembebasan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pembebasan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), serta Percepatan Penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) Dalam Rangka Mendukung Program Tiga Juta Rumah,” bunyi SKB tersebut.
“SKB tiga menteri ini dalam rangka menghapuskan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) bagi masyarakat berpenghasilan rendah sesuai kriteria Kementerian Pupera ketika itu. SKB ini juga sekaligus untuk mempercepat persetujuan PBG menjadi 10 hari kerja,” ujar Mendagri Tito Karnavian dalam siaran langsung youtube Kemendagri RI, Senin, 25 November 2024.
Mendagri menegaskan, SKB tiga Menteri ini hadir dalam rangka mendukung Program Tiga Juta Rumah yang digulirkan pemerintah.
“Program Tiga Juta Rumah adalah program unggulan dan strategis nasional,” tegas Mendagri.
Selain itu, kata Tito, pihaknya juga meminta agar proses pengurusan PBG menjadi lebih cepat, yakni sekitar 10 hari dari semula paling lama 28 hari.
Dia mengatakan, selama ini ada keluhan dari para developer bahwa pengurusan PBG lebih dari 28 hari. Bahkan, ada yang mencapai satu hingga dua tahun.
Menurut Maruarar Sirait, SKB ini merupakan arahan Presiden Prabowo Subianto. Semua kebijakan harus prorakyat, terutama rakyat kecil di seluruh Indonesia.
“SKB ini jelas sangat progresif, sangat berani, dan prorakyat. Serta, didukung oleh para gubernur, bupati, dan walikota seluruh Indonesia,” kata Menteri PKP.
Dia mengucapkan terimakasih kepada Mendagri, Menteri PU, serta kolega dan jajarannya, gubernur, bupati, dan walikota.
“Anda adalah patriot, tidak mementingkan pribadi tapi untuk kepentingan rakyat Indonesia, terutama rakyat kecil,” tegas Maruarar.
Sementara itu, Mendagri meminta agar dalam satu bulan ke depan sudah ada pemerintah daerah (pemda) yang mengeluarkan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) terkait penghapusan BPHTB dan PBG bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
“Dalam satu bulan, saya minta kepala daerah sudah membuat Perkada. Satu bulan lagi kami cek, daearah mana saja yang sudah dan daerah mana yang belum,” tutur Mendagri Tito Karnavian.
cr.landbank.co.id\
Pemerintah mengeluarkan SKB tiga menteri untuk menghapus atau membebaskan pungutan BPHTB dan PBG untuk MBR, Senin, 25 November 2024/foto: capture youtube Kemendagri RI
https://landbank.co.id/sah-bphtb-dan-pbg-untuk-mbr-dihapus/
Mengenal Apa itu Rumah MBR, Berikut Syarat dan Kriterianya
Pembahasan mengenai rumah MBR sepatutnya perlu diketahui dan dipahami oleh sebagian masyarakat, khususnya mereka yang tergolong dalam masyarakat berpenghasilan.
IDXChannel - Pembahasan mengenai rumah MBR sepatutnya perlu diketahui dan dipahami oleh sebagian masyarakat, khususnya mereka yang tergolong dalam masyarakat berpenghasilan rendah.
Rumah MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) dibangun sebagai wujud kepedulian pemerintah terhadap masyarakat yang memiliki keterbatasan dalam melakukan pembelian rumah, sehingga pemerintah memberikan bantuan berupa Rumah MBR yang tentunya memiliki persyaratan hingga kriteria tertentu dan tidak bisa dimiliki oleh semua kalangan.
Lantas untuk mengenal lebih dalam, sebenarnya apa itu Rumah MBR? Langsung saja simak penjelasannya yang telah dihimpun kami dari berbagai sumber.
Apa itu Rumah MBR?
Rumah MBR adalah rumah yang ditujukan bagi masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh Rumah. Sehingga dari definisi tersebut mengandung makna bahwa masyarakat MBR adalah mereka yang mempunyai keterbatasan daya beli, sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah dan berhak memperoleh rumah.
Tentunya, segala hak-hak istimewa yang diterima oleh MBR penerima FLPP tersebut diiringi juga dengan kewajiban-kewajiban yang melekat. Kewajiban-kewajiban tersebut antara lain rumah MBR tersebut harus ditempati sendiri oleh MBR penerima FLPP, tidak boleh dikontrakkan, tidak boleh dijual, harus merupakan rumah pertama, dan kewajiban-kewajiban lainnya yang melekat.
Jika di kemudian hari ada kewajiban-kewajiban ini yang dilanggar maka segala hak-hak istimewa tadi otomatis gugur dan status KPR nya berubah dari KPR FLPP menjadi KPR komersil biasa.
Syarat Pengajuan Rumah MBR
Berikut ini beberapa persyaratan yang wajib Anda penuhi apabila ingin mengajukan pembelian rumah MBR.
- WNI berusia minimal 21 tahun, atau telah menikah dengan usia tidak melebihi dari 65 tahun pada saat kredit jatuh tempo.
- Khusus peserta ASABRI yang mendapatkan rekomendasi dari YKPP, usia pemohon sampai 80 tahun pada saat kredit jatuh tempo.
- Pemohon maupun pasangan suami istri tidak memiliki rumah dan belum pernah menerima subsidi pemerintah untuk pemilikan rumah.
- Dikecualikan 2 kali untuk TNI/Polri/PNS yang pindah tugas.
- Memiliki masa kerja minimal 1 tahun dan Gaji/Penghasilan Pokok tidak melebihi Rp8 juta untuk Rumah Sejahtera Tapak dan untuk Rumah Sejahtera Susun
- Gaji/Penghasilan Pokok untuk masyarakat wilayah Papua dan Papua Barat tidak lebih dari Rp7,5 juta per bulan untuk lajang, dan Rp10 juta per bulan untuk pasangan suami istri.
- Memiliki e-KTP dan terdaftar di Dukcapil, memiliki NPWP dan SPT Tahunan PPh orang pribadi sesuai perundang-undangan yang berlaku.
- Pengembang/Developer wajib terdaftar di Kementerian PUPR
- Spesifikasi rumah sesuai dengan peraturan pemerintah, yaitu paling luas 36 meter persegi untuk rumah umum dan rumah susun, serta 48 meter persegi untuk pembangunan rumah swadaya.
Kriteria Penerima Rumah MBR
Adapun beberapa kriteria sebagai acuan masyarakat yang berhak menerima bantuan subsidi pemerintah berupa program Rumah MBR, diantaranya sebagai berikut :
1. Karyawan Swasta dengan Gaji Maksimal Rp8 Juta
Pemerintah telah menetapkan batasan maksimal penghasilan Rp8 juta bagi swasta yang hendak mengajukan rumah MBR. Untuk program KPR Sejahtera Tapak dan KPR Sejahtera Susun baik konvensional maupun syariah yang sekarang dikenal dengan Rumah Umum Tapak/Susun.
2. TNI dan POLRI
Rumah MBR juga dapat diajukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) dan TNI/Polri. ASN golongan III, TNI dan Polri dapat mengajukan pembiayaan rumah subsidi dengan batasan penghasilan menjadi Rp8 juta.
3. Guru
Rumah MBR bagi guru juga berlaku sama halnya dengan PNS lainnya. Begitu pula dengan syarat umum dan prosedur pengajuannya. Guru honorer juga bisa mengajukan pembiayaan untuk rumah MBR sama seperti pekerja informal.
4. Pekerja Formal
Rumah MBR ditujukan bagi semua kalangan pekerja baik pekerja formal di sebuah perusahaan. Pekerja informal seperti pedagang atau pekerja wiraswasta pun bisa mengajukan namun melalui sistem berkelompok.
Ketentuan Cicilan Rumah MBR
Mengutip dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan RI, pemerintah setiap tahunnya mengeluarkan keputusan mengenai spesifikasi dan maksimal harga jual rumah dari pengembang kepada MBR penerima FLPP.
Tidak hanya itu, tingkat bunga KPR yang dibebankan kepada MBR penerima FLPP juga ditetapkan lebih rendah dari tingkat bunga pasar sehingga tidak akan memberatkan MBR untuk membayar cicilan selama durasi KPR. Diharapkan dengan adanya cicilan yang lebih rendah daripada mekanisme pasar, MBR mendapatkan lebihan (savings) dari cicilan tersebut bisa digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi MBR penerima FLPP seperti pendidikan dan kesehatan.
Adapun uang muka yang harus disiapkan untuk mendapatkan KPR FLPP mulai dari 1%, dengan suku bunga tetap sebesar 5 % sepanjang jangka waktu cicilan. Kemudian untuk cicilan rumah MBR yakni berkisar dari Rp1,2 jutaan/bulan untuk rentang waktu 20 tahun hingga Rp3,3 jutaan/bulan untuk cicilan selama 5 tahun.
Batasan Harga Maksimal Rumah MBR
Berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No 995/KPTS/M/2021 tentang Batasan Penghasilan Tertentu, Suku Bunga/Margin Pembiayaan Bersubsidi, Masa Subsidi, Jangka Waktu Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah, Batasan Luas Tanah, Batasan Luas Lantai, Batasan Harga Jual Rumah Umum Tapak dan Satuan Rumah Susun Umum, dan Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka, berikut besaran harga maksimal rumah subsidi bagi MBR berdasarkan wilayahnya:
1. Rumah MBR Tapak Umum
- Jawa (kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dan Sumatera (kecuali Kepri, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai): Rp150.500.000
- Kalimantan (kecuali Kab. Murung Raya dan Mahakam Ulu): Rp164.500.00
- Sulawesi, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai dan Kepri (kecuali kepulauan Anambas): Rp156.500.000
- Maluku, Maluku Utara, Bali, Nusa Tenggara, Jabodetabek, Kepulauan Anambas, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Mahakam Ulu: Rp168.000.000
- Papua dan Papua Barat: Rp219.000.000
2. Rumah MBR Tapak Susun
- Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam: Rp306.000.000
- Provinsi Sumatera Utara: Rp280.800.000
- Provinsi Sumatera Barat: Rp316.800.000
- Provinsi Riau: Rp342.000.000
- Provinsi Kepulauan Riau: Rp360.000.000
- Provinsi Jambi: Rp316.800.000
- Provinsi Bengkulu: Rp288.000.000
- Provinsi Sumatera Selatan: Rp313.200.000
- Provinsi Bangka Belitung: Rp320.400.000
- Provinsi Lampung: Rp288.000.000
- Provinsi Banten (kecuali Kota/Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan): Rp273.600.000
- Provinsi Jawa Tengah: Rp259.200.000
- Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta: Rp262.800.000
- Provinsi Jawa Timur: Rp284.400.000
- Provinsi Bali: Rp298.800.000
- Provinsi Nusa Tenggara Barat: Rp266.400.000
- Provinsi Nusa Tenggara Timur: Rp309.600.000
- Provinsi Kalimantan Barat: Rp349.200.000
- Provinsi Kalimantan Tengah: Rp338.400.000
- Provinsi Kalimantan Utara: Rp352.800.000
- Provinsi Kalimantan Timur: Rp356.400.000
- Provinsi Kalimantan Selatan: Rp324.000.000
- Provinsi Sulawesi Utara: Rp280.800.000
- Provinsi Gorontalo: Rp298.800.000
- Provinsi Sulawesi Tengah: Rp248.400.000
- Provinsi Sulawesi Tenggara: Rp295.200.000
- Provinsi Sulawesi Barat: Rp313.200.000
- Provinsi Sulawesi Selatan: Rp262.800.000
- Provinsi Maluku: Rp273.600.000
- Provinsi Maluku Utara: Rp345.600.000
- Provinsi Papua: Rp565.200.000
- Provinsi Papua Barat: Rp385.200.000
- Kota Jakarta Barat: Rp320.400.000
- Kota Jakarta Selatan: Rp331.200.000
- Kota Jakarta Timur: Rp316.800.000
- Kota Jakarta Utara: Rp345.600.000
- Kota Jakarta Pusat: Rp334.800.000
- Kota/Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan: Rp302.400.000
- Kota Depok: Rp306.000.000
Demikian penjelasan mengenai definisi Rumah MBR beserta dengan syarat, kriteria, dan batas maksimum harga Rumah MBR. Semoga informasi ini dapat bermanfaat bagi Anda.
https://www.google.com/amp/s/www.idxchannel.com/amp/milenomic/mengenal-apa-itu-rumah-mbr-berikut-syarat-dan-kriterianya
Sokong Program 3 Juta Rumah, Pemda Harus Lakukan Ini
KOMPAS.com - Pelaksanaan Program 3 Juta Rumah memerlukan dukungan Pemerintah Daerah (Pemda) di provinsi maupun kabupaten/kota. Sebab, terdapat beberapa urusan perumahan dan kawasan permukiman (PKP) yang juga menjadi kewenangan Pemda, seperti penerbitan perizinan hingga penyelenggaraan prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU) perumahan. Untuk itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyampaikan komitmen dan bentuk dukungan Pemda agar dapat menyukseskan Program 3 Juta Rumah. Hal tersebut tertuang dalam materi paparannya dalam acara gathering bersama pengembang bertajuk "Mewujudkan Program 3 Juta Rumah" pada Jumat (8/11/2024).
Pertama, Pemda melakukan dan sinkronisasi dokumen teknis yang terkait sebagai bentuk dukungan perencanaan dalam penyelenggaraan bidang PKP di daerah, antara lain:
- Perumahan: Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman (RP3KP);
- Sanitasi: Roadmap Sanitasi Provinsi (RSP), Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SSK);
- Persampahan: Rencana Induk Pengelolaan Sampah (RIPS);
- Air Minum: Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (RISPAM);
Kedua, melakukan optimalisasi penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Pekerjaan Umum dan SPM Bidang Perumahan Rakyat. Ketiga, melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas rumah tidak layak huni pada kawasan kumuh, serta melakukan pencegahan tumbuh dan berkembangnya kawasan kumuh.
Kemudian, melakukan percepatan penerbitan perizinan dan sertifikasi pembangunan perumahan, seperti Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF). Lalu, Pemda juga memastikan penyediaan PSU perumahan atau permukiman agar akses air minum/air limbah domestik/jalan/sarana persampahan dapat terpenuhi. Berikutnya, melakukan kerja sama dalam rangka penyediaan rumah layak huni. Inovasi sumber pembiayaan di luar APBN/D seperti CSR, Ziswaf, BASNAS, dan sumber pendanaan lainnya yang tidak mengikat. Terkahir, peran kelompok kerja (Pokja) dan Forum PKP (dapat melibatkan perorangan atau lembaga di luar pemerintahan) untuk membantu tugas kepala daerah meningkatkan koordinasi dan sinergi antar perangkat daerah dan para pihak dalam percepatan Program 3 Juta Rumah.
Sebagai informasi, pelaksanaan Program 3 Juta Rumah setiap tahun meliputi 1 juta unit di perkotaan dan 2 juta unit di pedesaan. Adapun 1 juta di perkotaan mencakup pembangunan 500.000 unit rumah tapak baru di sub-urban melalui FLPP, dan pembangunan 500.000 unit hunian vertikal di pusat kota (sewa ataupun milik). Sementara untuk 2 juta di pedesaan mencakup renovasi 1,5 juta unit rumah tidak layak huni, dan pembangunan 500.000 rumah baru dengan harga di bawah Rp 100 juta. Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Muhdany Yusuf Laksono Penulis
Ilustrasi rumah.(Dok. BP Tapera)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sokong Program 3 Juta Rumah, Pemda Harus Lakukan Ini", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/properti/read/2024/11/19/093000621/sokong-program-3-juta-rumah-pemda-harus-lakukan-ini.
Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6
Download aplikasi: https://kmp.im/app6